Mengapa Melanggar Hak
Cipta?
Oleh: Rohana (mahasiswa IPI Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga)
Taukah kita siapa sebenarnya
pengarang kitab kuning “Perukunan Jamaluddin” yang terkenal itu? Saya memulai
tulisan ini dengan pertanyaan demikian,
karna dalam kitab tersebut ada muatan pelanggaran hak cipta. Sedikit saya
ingin menyinggung tentang kitab Perukuan tersebut. kitab “perukunan Jamaluddin”
merupakan kitab yang biasa dipakai di kalangan pesantren sebagai panduan untuk
kehidupan sehari-hari. Kitabnya sederhana saja-Perukunan berarti uraian dasar mengenai rukun Islam dan rukun iman
tetapi sangat popular di antara kitab-kitab yang berisi sejenis, dan sering
dicetak kembali. Tertulis di halaman pertama bahwa kitab ini adalah “karangan bagi Al-‘alim al-‘allamah mufti Jamaluddin ibn al-marhum
al-‘alim al-fadhil al-syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari”. Namun diketahui
bahwa ternyata bukan Jamaluddin yang mengarang kitab tersebut, melainkan
keponakan beliau sendiri yaitu Fatimah yang seorang cucu dari ayah Jamaludin
yaitu Arsyad al-Banjari (Bruenessen: 2012: 211). Alasan disembunyikannya nama
pengarang yang sebenarnya adalah karna pekerjaan mengarang pada masa itu adalah
pekerjaan laki-laki. Dan dalam dunia kitab kuning memang tidak ada copyright
(hak cipta), dan menyalin tulisan orang lain tanpa kreditasi sudah menjadi
kebiasaan. Sekarang tentu aturan hak cipta sudah lama ada
yaitu dimulai dari tahun 1982 dan mengalami beberapa kali perubahan hingga
aturan terakhir yang sekarang kita pegang yaitu tahun 2002 (http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta)
Apa yang ingin saya sampaikan di sini adalah meskipun saat ini sudah diatur
mengenai hak cipta, namun masih banyak juga yang melakukan perbuatan melanggar
hak cipta. Entah karna alasan uang, tambah poin, atau yang lain. keadaan ini juga
terjadi karna kita belum menyadari sepenuhnya untuk apa copyright itu bagi diri
sendiri dan orang lain yang membaca karya kita. Di samping itu kita belum
terbiasa dengan legalitas yang sebenarnya sangat menguntungkan kita.
Apa yang saya ungkapkan tersebut
mengingatkan kita bahwa sampai hari inipun masalah pelanggaran terhadap karya
tulis ilmiah masih berlangsung dengan modus yang berbeda dari dahulu. Kalau dahulu
lebih disebabkan alasan bias gender seperti contoh pengarang kitab kuning tersebut
dan lebih disebabkan karna tidak adanya aturan hak cipta, sekarang lebih
disebabkan masalah praksis semata, seperti untuk menambah angka kredit seseorang
terpaksa menyuruh orang lain menulis dan mengambil nama penulis hanya untuk
kepentingan angka kredit tersebut. sementara penulis hanya mendapat uang
semata, artinya money oriented menjadi alasan utama di sini.
Ada juga hal atau sebab lain
yaitu ketidaktahuan atau ketidaksadaran seseorang akan hak cipta itu sendiri
seperti memposting tulisan orang lain di blog atau situs tertentu tanpa
menyebutkan sumber atau mengutip suatu tulisan tanpa menyebutkan sumber. Pengetahuan
dan kesadaran akan hak cipta sangat penting untuk menjaga kita dari penggunaan
nama orang lain, memposting sumber tanpa menyebut sumber itu, atau mengutip
karya orang lain tanpa menyebut sumber tersebut. kesadaran ini akan menjaga
kita dari salinan atau penggandaan/peng-copy-an karya tanpa seizin pemegang hak
cipta. Semoga pengalaman pengarang kitab perukunan Jamaluddin tersebut tidak
terulang lagi di negeri kita dengan alasan atau modus apapun.
Sumber: Martin van Bruineseen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, (Yogyakarta: Gading Publishing, 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
Sumber: Martin van Bruineseen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, (Yogyakarta: Gading Publishing, 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar