Selasa, 15 Januari 2013

Mengapa Melanggar Hak Cipta?



Mengapa Melanggar Hak Cipta?
Oleh: Rohana (mahasiswa IPI Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga)
Taukah kita siapa sebenarnya pengarang kitab kuning “Perukunan Jamaluddin” yang terkenal itu? Saya memulai tulisan ini  dengan pertanyaan demikian, karna dalam kitab tersebut ada muatan pelanggaran hak cipta. Sedikit saya ingin menyinggung tentang kitab Perukuan tersebut. kitab “perukunan Jamaluddin” merupakan kitab yang biasa dipakai di kalangan pesantren sebagai panduan untuk kehidupan sehari-hari. Kitabnya sederhana saja-Perukunan berarti uraian dasar mengenai rukun Islam dan rukun iman tetapi sangat popular di antara kitab-kitab yang berisi sejenis, dan sering dicetak kembali. Tertulis di halaman pertama bahwa kitab ini  adalah “karangan bagi Al-‘alim al-‘allamah mufti Jamaluddin  ibn al-marhum al-‘alim al-fadhil al-syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari”. Namun diketahui bahwa ternyata bukan Jamaluddin yang mengarang kitab tersebut, melainkan keponakan beliau sendiri yaitu Fatimah yang seorang cucu dari ayah Jamaludin yaitu Arsyad al-Banjari (Bruenessen: 2012: 211). Alasan disembunyikannya nama pengarang yang sebenarnya adalah karna pekerjaan mengarang pada masa itu adalah pekerjaan laki-laki. Dan dalam dunia kitab kuning memang tidak ada copyright (hak cipta), dan menyalin tulisan orang lain tanpa kreditasi sudah menjadi kebiasaan.   Sekarang tentu aturan hak cipta sudah lama ada yaitu dimulai dari tahun 1982 dan mengalami beberapa kali perubahan hingga aturan terakhir yang sekarang kita pegang yaitu tahun 2002 (http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta) Apa yang ingin saya sampaikan di sini adalah meskipun saat ini sudah diatur mengenai hak cipta, namun masih banyak juga yang melakukan perbuatan melanggar hak cipta. Entah karna alasan uang, tambah poin, atau yang lain. keadaan ini juga terjadi karna kita belum menyadari sepenuhnya untuk apa copyright itu bagi diri sendiri dan orang lain yang membaca karya kita. Di samping itu kita belum terbiasa dengan legalitas yang sebenarnya sangat menguntungkan kita.
Apa yang saya ungkapkan tersebut mengingatkan kita bahwa sampai hari inipun masalah pelanggaran terhadap karya tulis ilmiah masih berlangsung dengan modus yang berbeda dari dahulu. Kalau dahulu lebih disebabkan alasan bias gender seperti contoh pengarang kitab kuning tersebut dan lebih disebabkan karna tidak adanya aturan hak cipta, sekarang lebih disebabkan masalah praksis semata, seperti untuk menambah angka kredit seseorang terpaksa menyuruh orang lain menulis dan mengambil nama penulis hanya untuk kepentingan angka kredit tersebut. sementara penulis hanya mendapat uang semata, artinya money oriented menjadi alasan utama di sini.
Ada juga hal atau sebab lain yaitu ketidaktahuan atau ketidaksadaran seseorang akan hak cipta itu sendiri seperti memposting tulisan orang lain di blog atau situs tertentu tanpa menyebutkan sumber atau mengutip suatu tulisan tanpa menyebutkan sumber. Pengetahuan dan kesadaran akan hak cipta sangat penting untuk menjaga kita dari penggunaan nama orang lain, memposting sumber tanpa menyebut sumber itu, atau mengutip karya orang lain tanpa menyebut sumber tersebut. kesadaran ini akan menjaga kita dari salinan atau penggandaan/peng-copy-an karya tanpa seizin pemegang hak cipta. Semoga pengalaman pengarang kitab perukunan Jamaluddin tersebut tidak terulang lagi di negeri kita dengan alasan atau modus apapun.
 Sumber: Martin van Bruineseen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, (Yogyakarta: Gading Publishing, 2012)
 http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar