PENDEKATAN
REVISIONIS DALAM STUDI ISLAM:
SEBUAH PENDEKATAN SEJARAH
Oleh: Rohana[1]
A.
Pendahuluan
Dewasa
ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya
sekadar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam
khutbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling
efektif dalam memecahkan masalah. Tuntutan terhadap agama yang demikian itu
dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan
teologis normatif[2]
dilengkapi dengan pendekatan lain yang secara operasional konseptual dapat
memberi jawaban terhadap masalah yang timbul, serta dapat dipahami secara historis-empiris
sebagai risalah yang benar untuk kemudian dijadikan pedoman dalam kehidupan
sekarang atau yang akan datang.
Berkenaan
dengan pemikiran tersebut di atas, maka dalam memahami agama (Islam) digunakan
banyak pendekatan dalam studi Islam. Pendekatan tersebut antara lain:
pendekatan Antropologis, feminis, fenomenologis, filosofis, psikologis,
sosiologis, teologis, pendekatan pilologi[3],
dan pendekatan sejarah. Pendekatan terakhir ini, yaitu pendekatan sejarah, merupakan
pendekatan yang dianggap paling penting dalam studi Islam. Cak Nur (Nurcholis
Madjid) dalam Akh. Minhaji[4]
secara berulang-ulang menegaskan bahwa pengetahuan Sejarah amat diperlukan
dalam rangka memahami ajaran al-Qur’an secara lebih komprehensif.
Diyakini
pula bahwa, tidak mungkin memahami Islam dan umat Islam secara baik pada masa
kini dan juga masa mendatang tanpa pemahaman yang benar tentang Islam dan umat
Islam masa lalu, atau tanpa rujukan memadai terhadap warisan Islam dan umat
Islam masa lalu. Hal ini terjadi, karena banyak sekali ajaran Islam dan umat
Islam masa kini (dan juga masa mendatang) yang berasal dari warisan masa lalu.
Bahkan sumber ajaran yang paling asasi dalam Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah
Nabi yang keduanya merupakan warisan masa lalu[5].
Karena
ajaran Islam yang diterapkan masa kini dan (masa mendatang) bersumber dari
warisan masa lalu, maka para sejarawan (baik orang Islam maupun non Islam)
mencoba mengkaji sumber-sumber tersebut melalui berbagai simbol yang mengungkap
apapun yang terjadi pada masa lalu, baik itu berupa teks-teks tertulis seperti
al-Qur’an, Hadits, puisi (sastra), ataupun sumber-sumber yang tidak tertulis
seperti bangunan, mata uang, dan lain sebagainya. Alhasil, semua sumber warisan
masa lalu tersebut bisa saja menjadi rujukan dalam pengkajian Islam. Akan
tetapi, pendekatan sejarah yang digunakan oleh para pengkaji Islam baik dari
sejarawan Islam maupun dari luar Islam, mendekati Islam dengan pendekatan
tersebut tidaklah terlepas dari perspektif yang dibangun sendiri-sendiri. Hal
ini bisa dilihat dari pendekatan yang dilakukan oleh William Montgomery Watt
(salah seorang orientalis senior terkemuka di Barat dewasa ini) dan Patricia
Crone dalam menganalisis kemunculan Islam di Mekkah dan penyebarannya yang luas
di Arabia[6].
Kedua sejarawan ini sama-sama menggunakan pendekatan sejarah, namun dalam
menganalisis objek yang diteliti kedua-duanya memakai pisau analisis yang
berbeda-beda. Sehingga hasil yang diperoleh pun berbeda dan bahkan
bertolakbelakang dengan hasil yang mereka dapatkan.
Dalam
konteks tersebut, J. Koren dan Y.D. Nevo dalam Akh. Minhaji melihat ada dua
aliran besar dalam studi Islam. Dua aliran besar tersebut banyak digunakan
dalam mengkaji Arab pra-Islam, kelahiran Islam, dan penaklukan Islam, seperti
yang dikaji oleh William Montgomery Watt dan Patricia Crone (sebagai contoh),
atau secara umum kajian Islam dan umat Islam. Aliran pertama digunakan oleh
kaum tradisionalis yang disebut dengan pendekatan tradisionalis (traditionalist
approach) dan kedua disebut pendekatan revisionis (revisionist approach).
Secara
umum, kelompok tradisionalis mendasarkan kajiannya pada literatur yang ditulis
oleh orang Arab/Islam. Kelompok ini memandang bahwa literatur Arab/Islam,
seluruhnya dapat dijadikan sebagai sumber kajian Islam, dan setiap fakta dan
data yang ada harus dipandang benar sepanjang tidak ada fakta lain yang
membuktikan sebaliknya. Dalam hal ini, W. Montgomery Watt melalui
karya-karyanya, antara lain, Muhammad: prophet and Statesman yang
merupakan versi ringkas dari dua bukunya, Muhammad at Mecca dan Muhammad
at Medina, dikategorikan sebagai pendukung kelompok tradisionalis.
Sedangkan kelompok revisionalis akan dibahas secara lebih lengkap pada
pembahasan selanjutnya.
Dalam
pembahasan ini memang sengaja membahas mengenai pendekatan revisionis saja,
karena pendekatan tradisonalis akan dibahas oleh kawan saya yang lain.
B.
Pendekatan Revisionis dalam Studi
Islam
Kelompok
revisionis[7]
bertitik tolak dari anggapan bahwa Islam itu sebenarnya tidak mempunyai rumusan
ajaran hukum. Menurut kelompok ini, hampir seluruh formulasi hukum yang ada
merupakan hasil jiplakan dari aturan agama-agama sebelumnya, khususnya Yahudi;
dan literatur Arab/Islam yang pernah ditulis, tidak lebih dari upaya
menjustifikasi kebenaran dan kehebatan Islam, bukan dalam rangka mengungkapkan
data-data sejarah sebagaimana adanya. Akibatnya, dalam banyak hal ditemukan
sejumlah pendapat yang tidak faktual, atau cenderung kontradiktif. Salah satu
contoh yang diajukan untuk melatari anggapan di atas adalah berkenaan dengan
hadits yang menjelaskan tentang pernikahan Nabi pada saat melakukan haji. Di
satu pihak, sumber yang ada menyebutkan bahwa Nabi melakukannya pada waktu
haji, dan sementara di pihak lain, menyatakan sesudahnya. Perbedaan ini telah
menyebabkan terjadinya silang pendapat di kalangan fuqaha’ di sekitar apakah
kawin pada saat melakukan haji itu boleh atau tidak.
Karya-karya
William Muir ditengarai merefleksikan pandangan kelompok revisionis ini. Saat
ini, Patricia Crone dikenal sebagai sarjana garda depan (avant garde)
yang menggunakan model pendekatan kelompok revisionis, sebagaimana dapat
dicermati dalam karya monumentalnya, Meccan Trade and the Rice of Islam.
Dalam karyanya ini, ia menjelaskan penolakannya terhadap pemikiran montgomerry
Watt yang berhaluan tradisionalis. Perlu dibaca bagaimana pandangan W.
Montgomerry Watt dan Patricia Crone tentang perdagangan Mekah, kemunculan
Islam, dan kebangkitan islam sebagai contoh pergulatan serius antara kelompok
tradisionalis dan revisionalis.
Sebagai
contoh saja, Montgomery Watt, sebagaimana pandangan mayoritas umat Islam,
meyakini bahwa pada masa Nabi, Mekkah adalah pusat dan jalur lalu lintas
perdagangan. Posisi strategis ini mempunyai arti penting dalam penyebaran Islam
ke luar Mekkah. Pandangan ini ditolak oleh Crone dengan menyatakan bahwa kota
segersang Mekkah tidak mungkin memproduksi barang-barang konsumsi yang bisa
menarik perhatian orang luar. Oleh karenanya, tegas Crone, perlu dicari fakta
lain yang mampu menjelaskan kenapa Islam menyebar secara cepat ke wilayah-wilayah
di luar Mekkah. Berdasarkan hasil penelitiannya, ia menegaskan bahwa, sistem
ketuhanan masyarakat Arab ketika itulah yang mendukung penyebaran Islam.
Kontroversi
pemikiran Watt dan Crone yang mewakili dua kutub ekstrem di atas, hingga kini,
menjadi bahan polemik para sarjana, khususnya menyangkut asal-usul dan
perkembangan awal Islam. Crone memperoleh dukungan dari kawat sejawatnya,
Michael Cook melalui karyanya Muhammad. Sebaliknya, Maxim Rodinson dan
R.B. Serjeant mengecam pendekatan yang digunakan Crone, demikian pula Cook.
Perbedaan
pendapat antara montgomery Watt dan Patricia Crone tentang karakteristik
perdagangan Mekkah timbul karena perbedaan sumber-sumber sejarah yang digunakan
oleh keduanya[8].
dalam menganalisis kemunculan Islam, terjadi lagi perbedaan interpretasi antara
Watt dan Crone. Watt mendekatinya dari sudut pandang perubahan sosio-ekonomik,
sedangkan Crone meniliknya dari sudut pandang politik. Baik Watt maupun Crone
sama-sama menganalisis kemunculan Islam dari perspektif kenyataan empiris yang
mereka teliti sebagai realitas historis, politis, dan sosiologis yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat Arab Mekkah. Tanpa melihat substansi kebenarannya,
perbedaan interpretasi itu merupakan suatu hal yang lumrah dan sah-sah saja
dalam dunia ilmiah dan akademis.
Walaupun
Watt dan Crone sampai pada kesimpulan yang jauh berbeda dan bahkan
bertolakbelakang secara diametral, namun jelas keduanya meneliti kemunculan
Islam itu sebagai realitas kemasyarakataan yang hanya terjadi di “bawah” tanpa
melihat adanya faktor kekuatan transendental atau “kehendak Tuhan dari atas”.
Ini bisa dimaklumi karena Watt dan Crone mengkkaji dan menganalisis kemunculan
Islam itu lebih berperan semata-mata sebagai ilmuwan dan sejarawan dengan visi
dan latarbelakang pandangan sekuler Barat tanpa melihat adanya celah
kemungkinan “partisipasi Tuhan dalam sejarah”. Barangkali pandangan demikian
menyiratkan terjadinya “sekularisasi sejarah” dalam studi Islam. Walau
demikian, agar tidak terjadi pandangan yang terlampau jauh berbeda yang
diakibatkan oleh subjektifitas masing-masing peneliti, dan agar tidak terjadi
pertentangan berkepanjangan, setidaknya argumentasi kedua kelompok tersebut
dapat diterima secara objektif, maka perlu kiranya peneliti yang memfokuskan
kajiannya pada Islam, melepaskan dirinya dari sekat-sekat yang membebasi
kejujurannya dalam mengkaji Islam. Sekat-sekat tersebut bisa berupa fanatisme
aliran/kelompok, praduga-praduga yang sebenarnya sudah terbangun terhadap
sesuatu yang dikaji, atau subjektifitas-subjektifitas lain yang disebabkan oleh
latarbelakang sosial keagamaan peneliti. Jika menginginkan hasil yang
setidaknya lebih mendekati objektif, maka kita harus mampu menelanjangi diri
dari sekat-sekat tersebut.
C.
Prinsip-prinsip yang digunakan
dalam pendekatan revisionis[9]
Pendekatan
revisionis pada dasarnya bertumpu pada tiga hal prinsip:
a.
Pendekatan kritik sumber terhadap
al-Qur’an dan literatur Islam terkait dengan kebangkitan Islam, penaklukan
Islam, dan masa Umayyah. Barangkali pendekatan ini diterapkan karena literatur
masa lalu (al-Qur’an, Hadits, dan yang terkait) merupakan pedoman sejarah Islam
yang hingga kini masih tetap digunakan sebagai sumber ajaran Islam. Sementara
literatur masa lalu tersebut mempunyai rentang waktu yang sangat jauh dengan
masa kini (dan juga masa mendatang). Rentang waktu yang sangat jauh tersebut
memungkinkan banyak terjadi percampuran-percampuran antara pemikiran dengan
ajaran yang sebenarnya di inginkan oleh pemegang kuasa literatur tersebut.
Jarak rentang waktu yang jauh tersebut juga telah banyak memunculkan
sejarah-sejarah yang berbeda dengan masa lalu yang hadir di sela-sela jarak
waktu tersebut, sehingga dalam konteks sekarang seseorang tidak bisa hanya
melihat dari luar/kulit teks itu saja, melainkan harus ada perhatian besar
terhadap konteks yang mengitari literatur masa lalu itu. Dalam hal ini yang
bisa dilakukan untuk memperoleh hasil kajian yang valid adalah dengan kritik
sumber al-Qur’an dan literatur Islam (terkait kemunculan-kebangkitan Islam,
penaklukan Islam, dan masa Umayyah) karena masa inilah rujukan orang Islam
dalam melihat ajaran-ajaran Islam yang dimaksud dalam literatur Islam.
b.
Pentingnya untuk membandingkan
literatur Islam dengan data eksternal di luar tradisi umat, terutama data yang
semasa dengan peristiwa yang disebutkan. Pembandingan ini dimaksudkan untuk
mengukur keakuratan data yang benar-benar terjadi pada masa lalu yang semasa
dengan masa di luar tradisi Islam. Karena keterkaitan waktu yang semasa dengan
peristiwa lain sangat mempengaruhi apakah peristiwa tersebut benar-benar
terjadi ataukah hanya sebatas mitos yang dibuat untuk mengukuhkan kepentingan
(Islam) sendiri. Prinsip ini penting mengingat pergulatan politik (dari dulu
hingga sekarang) antara orang Islam dan non Islam (bahkan antara orang Islam
sendiri) masih berlangsung sengit dengan berbagai kepentingan yang ada. Apalagi
literatur Islam banyak digunakan sebagai alat legitimasi bagi kelompok
tertentu. Untuk menghapus keraguan akan kebenaran peristiwa yang telah terjadi
itu, maka pembandingan literatur islam dengan data eksternal di luar tradisi
islam layak diperhatikan.
c.
Pemanfaatan bukti material
(arkeologi, numismatik, epigrafi) yang semasa dengan peristiwa yang diteliti
dan kesimpulan yang diambil dari data tersebut dipandang lebih valid
dibandingkan dengan data yang tidak semasa, yakni data berupa literatur Islam
yang ditulis jauh setelah peristiwa itu terjadi. Pandangan ini menganggap bahwa
bukti material merupakan bukti netral yang menunjukkan peristiwa kongkrit yang
terjadi pada masa itu. Sedangkan data berpa literatur yang ditulis jauh setelah
peristiwa yang diteliti terjadi, memungkinkan dan bahkan niscaya terjadi
hal-hal diluar kenyataan yang terjadi, karena data yang ditulis jauh setelah
peristiwa itu terjadi sarat dengan pemikiran-pemikiran subjektif dari penulis
sendiri. Hal inilah yang tidak diinginkan oleh kelompok revisionis bahwa
kenyataan yang sebenarnya tidak pernah terjadi dipoles menjadi kenyataan
sejarah dalam bentuk tulisan-tulisan atas pemikiran pribadi.
D.
Penutup
Tidak
ada yang benar atau salah dari pendekatan-pendekatan yang digunakan, baik oleh
sejarawan Barat atau sejarawan Muslim sendiri dalam mengkaji Islam. Semua
pendekatan akan menghasilkan sesuatu yang objektif apabila
subjektifitas-subjektifitas yang ada pada peneliti ditiadakan. Di sinilah arti
pentingnya kejujuran dalam mengkaji apapun, baik itu agama sendiri atau agama
orang lain. Walaupun sulit (untuk tidak mengatakan tidak mungkin) melepas
subjektifitas, apalagi yang terkait dengan unsur transendental dalam agama,
menyebabkan para pengikutnya sulit melepaskan unsur tersebut ketika mengkaji
Islam, dan bahkan ketika membaca penelitian orang lain (khususnya orang Barat)
yang mengkaji Islam – agama yang dianutnya.
Apapun
pendekatan yang digunakan, siapapun yang melakukan kajian tersebut, dan
siapapun yang membaca hasil kajian itu, dituntut untuk selalu mengkritisi
dengan lebih arif sesuai dengan keilmuan dan metodologi yang umum digunakan
dalam kajian keilmiahan. Hal ini untuk menghindari truth claim (klaim
kebenaran) di antara para pengkaji Islam.
Banyak
orang mengakui bahwa setiap pendekatan mempunyai kekurangan dan kelebihan
masing-masing. Hal ini menuntut para pengkaji Islam secara khusus untuk tidak
berpaku pada satu pendekatan yang dianggap benar menurut persepsi sendiri lalu
mengabaikan pendekatan lain yang sebenarnya sangat mendukung kajiannya.
Pendekatan tradisionalis, revisionis, dan pendekatan-pendekatan yang lain perlu
dikolaborasi sesuai kebutuhan dan tuntutan peneliti guna menghasilkan sesuatu
yang komplit atau konprehensif sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi.
Karena dalam peristiwa yang telah terjadi tersimpan berbagai hal dan
warna-warni kehidupan yang disebabkan latarbelakang dan sebab-sebab atau
pengaruh-pengaruh yang mungkin tak bisa diungkap dengan satu pendekatan.
Daftar
Pustaka
Abdullah, Amin. dkk. 2000. Mencari Islam: Studi
Islam dengan Berbagai Pendekatan. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.
Connolly, Peter ed. 2009. Aneka Pendekatan
Studi Agama. Yogyakarta: LkiS.
Ismail, Faisal. 1998. “Perdagangan Mekkah, Muhammad Rasulullah, Dan
Bangkitnya Agama Islam”, dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Sebagai Guru Besar
Sejarah Dan Perdaban Islam, Disampaikan di hadapan Rapat Senat Terbatas Iain
Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 20 Juni 1998.
Minhaji,
Akh. 2010. Sejarah Sosial dalam Studi Islam: Teori, Metodologi, dan
Implementasi. Yogayakarta: Suka
Press.
Nata, Abuddin. 2000. Metodologi Studi Islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo.
[1] Adalah Mahasiswa Pascasarjana Jurusan
Interdicilinary Islamic Study Konsentrasi Ilmu Perpustakaan dan Informasi UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. secara eksplisit makalah ini memang tidak memiliki linieritas dengan IPI, namun secara implisit dapat diterapkan dalam kajian IPI terkait sifat keilmuan IPI yang multidisiplin.
[4] Akh. Minhaji, Sejarah Sosial dalam Studi Islam:
Teori, Metodologi, dan Implementasi, (Yogayakarta: Suka Press, 2010), hlm.3.
[5] Ibid.,
hlm. 62.
[6] Lihat
Faisal Ismail, “Perdagangan Mekkah, Muhammad Rasulullah, Dan Bangkitnya Agama
Islam”, dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Sebagai Guru Besar Sejarah Dan Perdaban
Islam, Disampaikan di hadapan Rapat Senat Terbatas Iain Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 20 Juni 1998.
[7] Pembahasan ini penulis
banyak mengambil referensi dari Akh. Minhaji “Orientalisme dalam Bidang Hukum
Islam” dalam Amin Abdullah, dkk., Mencari Islam: Studi Islam dengan Berbagai
Pendekatan, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2000), hlm. 150-151.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar